KORANJURI.COM – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan akan menyudahi pembangkit listrik berbahan fosil seperti minyak atau batubara. Bali, menurut Koster, telah mencanangkan diri menggunakan energi baru terbarukan (EBT).
Disebutkan, saat ini kebutuhan kelistrikan di Bali yang dipasok dari Paiton sebesar 350 MW. Sedangkan pembangkitnya, menurut Koster, masih menggunakan batubara.
“Padahal kebijakan kami di Bali ingin menggunakan energi baru terbarukan. Maka pembangkit listrik berbahan fosil akan kami sudahi jika kami sudah siap. Harus diikuti arah kebijakan kami di Bali,” ujarnya, Senin, 24 Februari 2020.
Gubernur meresmikan PLT Surya Atap Kapasitas 226 kWp Bali PGU, di PT Indonesia Power Bali, Power Generation Unit, Denpasar Senin (24/2/2020).
Panel surya yang dipasang di perkantoran PT Indonesia Power Bali ini berdaya 130 Kwp yang berada di PLTDG Pesanggaran dan 96 kWp di PLTG Pemaron. Solar panel itu diperkirakan mampu memangkas nilai emisi hingga 41T CO₂.
Bali memilih energi baru terbarukan, menurut Koster, juga sebagai pendukung citra pariwisata yang berkualitas. Energi baru terbarukan adalah sebuah keniscayaan dan sektor energi masa depan adalah energi baru terbarukan.
“Kita harus mampu menangkap arah fenomena ini menjadi satu kebijakan baru,” ujarnya.
Penggunaan kendaraan pun harus menggunakan energi bersih. Pemprov Bali juga telah mencanangkan Pergub penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai yang akan mengurangi kendaraan ber-BBM.
“Kami akan tancap gas, segera kumpulkan semua bupati, hotel, supermarket, properti, untuk mengintruksikan penggunaan panel tenaga surya (rooftop) sebagai persyaratan. Saya akan gelar rakor untuk sosialisasi program ini dan mulai jalankan,” kata Gubernur.
Pergub Bali No 45 Tahun 2019 menjadi langkah awal Pemprov Bali mengembangkan program di bidang energi baru terbarukan.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementrian ESDM FX Sutijastoto mengatakan, energi baru terbarukan di Indonesia baru mencapai 8,85 persen di tahun 2019.
“Bali adalah showcase Indonesia yang menyimpan potensi sangat besar,” jelas Sutijastoto.
Di dunia maju, dikatakan Sutijastoto, EBT berkembang sangat pesat. Ia menyebut, harga listrik tenaga surya sangat murah hingga 5 sen per kWh dengan aplikasi yang juga murah dan bisa dilakukan sendiri.
“Gerakan pemasangan solar cell akan menyasar terlebih dahulu gedung-gedung pemerintahan, rumah ibadah dengan kontribusi dari APBN. Sudah ada surat edaran kari kementrian ESDM untuk itu,” kata Sutijastoto. (Way)