KORANJURI.COM – Sebuah bangunan yang menyerupai candi dengan ornamen ukiran khas Bali, menjadi penanda sejarah Katolik di Banjar Tuka, Desa Dalung, Kabupaten Badung, Bali.
Bangunan yang di dalamnya terdapat patung Yesus itu adalah gereja pertama yang didirikan pada 14 Februari 1937. Bangunan itu sudah tidak difungsikan lagi sebagai gereja yang menampung banyak umat saat perayaan misa. Namun, hanya sebagai monumen.
Romo Kepala di Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus, Banjar Tuka, Desa Dalung, RP. Paskalis Nyoman Widastra, SVD menjelaskan, gereja pertama di Banjar Tuka itu terkait dengan kedatangan seorang misionaris asal Belanda bernama Pastor J. Kersten pada tahun 1936.
“Beliau sebenarnya posisinya pertama ada di Kota Denpasar, memberikan pelayanan orang Katolik yang memang sudah ada, entah itu orang Belanda, orang Jawa, orang Melayu. Lalu, datanglah, kebetulan, orang Kristen Bali yang ada di wilayah Tuka ini,” kata Romo Paskalis, Selasa (24/12/2024).
Warga Bali yang dimaksud adalah I Made Bronong dan I Wayan Diblog yang datang menemui Pastor J. Kersten. Kedua warga Bali asal Banjar Tuka itu sebelumnya telah memeluk agama Kristen Protestan.

Romo Paskalis mengatakan, Kristen Protestan lebih dulu masuk ke wilayah Dalung pada tahun 1931. Namun, pada saat kedatangan misionaris Katolik, pendeta yang mengajarkan Kristen tidak lagi berada di Banjar Tuka.
Pastor J. Kersten disebutkan sangat berminat dengan budaya Bali. Saat itu, warga Banjar Tuka yang memeluk Kristen Protestan juga sudah memiliki kitab suci berbahasa Bali.
“Jemaat di sini sebenarnya sudah duluan menganut Kristen Protestan tapi karena ditinggalkan oleh pendetanya, mereka tidak punya gembala,” kata Romo Paskalis.
Pastor J. Kersten yang sebelumnya tertarik dengan budaya Bali, akhirnya memenuhi undangan kedua warga Banjar Tuka itu. I Made Bronong dan I Wayan Diblog kemudian mengajak warga lain pemeluk Kristen Protestan untuk bergabung di dalam gereja Katolik.
Melalui dua orang warga Banjar Tuka itu, terbentuklah komunitas Katolik pertama di tahun 1936. Selanjutnya, warga menghibahkan tanah miliknya untuk dibangun sebuah gereja. Gereja pertama itu saat ini masih bisa dikunjungi sebagai monumen.
Dalam perjalanannya, jumlah umat Katolik di Desa Dalung, semakin berkembang. Gereja yang pertama yang didirikan itu sudah tidak mampu lagi menampung jumlah umat saat perayaan Misa.
Menurut Romo Paskalis, kegiatan misa sempat dipindahkan di Seminari Keuskupan Denpasar yang masih berada di kawasan Banjar Tuka.
“Baru kemudian kita pindah ke sini, di Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus, pada tahun 1987. Tanah ini dulunya milik orang-orang Tuka yang pindah ke Desa Palasari di Kabupaten Jembrana,” ujar Romo Paskalis.
Dari Tuka ke Desa Palasari, Jembrana
Warga Banjar Tuka kembali menghibahkan tanahnya untuk membangun gereja yang lebih besar. Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus saat ini mampu menampung sekitar 500 umat di dalam ruangan gereja.
Mereka yang berpindah dari Banjar Tuka ke Kabupaten Jembrana, membuka lahan yang dulunya masih berupa hutan. Wilayah itu saat ini dikenal dengan Desa Palasari.
Di situ mereka juga mendirikan gereja yang dikenal dengan Gereja Palasari dalam Paroki Hati Kudus Yesus.
Romo Paskalis menambahkan, pendirian gereja Hati Kudus Yesus Palasari bertepatan dengan kehadiran misionaris kedua Pastor Simon Buis, SVD.

“Karena Pastor J. Kersten, pastor pertama hanya enam bulan saja disini karena sakit, kemudian pulang ke Belanda dan digantikan Pastor Simon Buis,” kata Romo Paskalis.
Pastor kedua ini mengajak umat Katolik di Banjar Tuka membuka lahan di Desa Palasari, Kabupaten Jembrana. Gereja Palasari didirikan tahun 1958. Tapi menurut Romo Paskalis, warga di Palasari sebelumnya sudah punya gereja-gereja kecil.
“Secara fisik gereja di Tuka menjadi yang tertua, sekarang usianya 87 tahun, tiga tahun lagi sudah menginjak usia 90 tahun gereja,” jelas Romo Paskalis.
Pergerakan misi para pewarta Katolik di wilayah Indonesia Timur hingga Indonesia Tengah diawali dari Lahurus, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Kemudian bergerak ke Ende, Pulau Flores, dan sampai ke Pulau Bali.
Romo Paskalis menjelaskan, dalam kongregasi keagamaan wilayah Indonesia Timur hingga Tengah dipegang oleh misionaris dari Serikat Sabda Allah atau Societas Verbi Divini (SVD).
“Karya misi di Bali ini datangnya dari timur, kalau di Banyuwangi datangnya dari barat, jadi sudah ada pembagiannya,” jelas Romo RP. Paskalis Nyoman Widastra, SVD. (Way)