Film Dokumenter Bom Bali 2002, Saksi Tragedi Kemanusiaan 20 Tahun Silam di Legian



KORANJURI.COM – Film Dokumenter tragedi bom Bali 2002 karya Jurnalis senior Sigit Purwono, resmi diluncurkan jelang peringatan 20 tahun tragedi yang merenggut 203 korban jiwa dan 209 korban luka.
Acara yang digelar oleh IJTI Bali dan AJI Denpasar ini juga mengingatkan para jurnalis untuk mengedepankan jurnalisme damai.
Sigit Purwono mengaku, karya dokumenter ini riil tanpa naskah dan tanpa reka adegan. Menurutnya seluruh scene dalam video ini merupakan kejadian yang diambil sejak kejadian 12 Oktober 2002 hingga para terpidana disidang dan tiga terpidana mati dieksekusi.
“Seluruh video ini yang saya buat dalam dokumenter bom Bali ini semuanya riil. Saya salah satu wartawan yang meliput kejadian ini sejak awal. Saat itu saya gunakan camera profesional Betacam,” ungkap Sigit saat peluncuran film, Jumat (16/9/2022).
Sigit juga menceritakan pengalaman seputar mengabadikan gambar tragedi 20 tahun yang lalu itu. Sigit juga mengaku, dalam akun YouTube Bom Bali 2002 itu terdapat 90 video.
“Saat itu sangat mengerikan. Karena Legian itu terlihat rata. Apalagi di kamar jenazah, waktu itu belum ada masker jadi baunya sangat menyengat. Jumlah video yang saya upload ke YouTube sebanyak 90 video, tapi salah satu video statemen Abubakar Baazir ditakedown oleh Youtube,” tuturnya.
Pemutaran film dokumenter Bom Bali 2002 yang digelar di Hardcof Cafe, Jl. Raya Puputan Denpasar itu dihadiri sejumlah saksi mata. Salah satunya dokter forensik RSUP Sanglah, Ida Bagus Putu Alit dan sejumlah jurnalis senior ikut mencetakan pengalaman meliput peristiwa Bom Bali 2002.
“Film dokumenter ini membuat saya bernostalgia ketika mengidentifikasi 203 jenazah. Tapi ada 3 jenazah yang tidak berhasil diidentifikasi,” tutur dr. Alit.
Sementara, salah satu jurnalis senior The Jakarta Post, Wayan Juniarta mengapresiasi karya dokumenter Sigit Purwono. Menurutnya peristiwa ini menjadi pelajaran bagi jurnalis, baik sisi jurnalisme damai maupun mendokumentasikan kejadian ke dalam sebuah film.
“Setelah kejadian itu, kami wartawan saat itu berkumpul dan bersepakat untuk bersama membuat berita yang memgademkan suasana. Karena saat itu sudah ada isu agama,” kisah pria yang akrab disapa Jun ini. (*)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS