KORANJURI.COM – Center for Improving Qualified Activity In Live Of People(Ciqal) mengelar aksi damai di halaman DPRD Propinsi DIY Jalan Malioboro, dengan mendesak segera disahkan UU Pencegahan kekerasan agar perempuan penyandang disabiltas yang menjadi korban kekerasan dapat memperoleh perlindungan dan hak hukum dan pelaku mendapatkan sanksi hukum.
Selama 16 hari, Ciqal dengan didukung berbagai elemen lembaga sosial seperti MPM Muhammadiayah, MAMPU, FOR KOMPAK mengelar kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dengan isu utama mendesak segera disahkan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan seksual terbagi penyandang disabilitas.
Menurut koordinator advokasi Ciqal Yogyakarta, Ibnu Sukoco, diambilnya momentum 16 hari ini karena dalam rentan waktu antara 25 November hingga 10 Desember, ada beberapa peringatan penting internasional. Diantaranya pada 25 November ada peringatan Hari Internasioal untuk Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan. Sementara di tanggal 1 Desember merupakan Peringatan Hari Aids Sedunia, tanggal 2 Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan, 3 Desemeber Hari Internasional bagi Penyandang Disabilitas.
Sedangkan pada 5 Desember merupakan Hari Internasional bagi Sukarelawan dan pada 6 Desember menjadi Hari Tidak Ada Toleransi bagi kekerasan terhadap Perempuan serta pada 10 Desember merupakan Hari HAM Internasional.
Ibnu Sikoco menambahkan kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabiltas tidak hanya berdampak pada fisik namun juga psikis. Perempuan penyandang disabilas yang mengalami kekerasn seksual umumnya memiliki gangguan psikologi, semakin lemah dan kesulitan dalam hidup dan penghidupannya. Namun sayangnya belum banyak pendamping juga pemerintah dan penegak hokum belum mampu berbuat banyak memberikan pelayanan yang berkesinambungan.
Ibnu Sukoco mencontohkan dalam 2 tahun terakhir ditemukan sebanyak 76 kasus, 72 kasus diantaranya kasus kekerasan seksual, 4 kasus KDRT. Dari sejumlah kasus tersebut hanya 3 kasus kekerasan seksual yang sampai ke ranah hokum dan pelaku dapat dihukum. Akan tetapi sayangnya 73 kasus hanya tertangani secara medis, psikologis, ekonomi dan perdamaian.
Menurut Sukoco tingginya atau penyebab utama kekerasan ini karena belum adanya peraturan hukum atau undang-undang yang ramah dan mengakomodir perempuan disabiltas korban kekerasan sehingga banyak kasus kekerasan seksual pada perempuan disabiltas yang tidak sampai ke ranah hukum. Parahnya lagi, di antara pelaku kekerasan, mereka rata-rata orang dekat korban.
“Kasus-kasus dan penanganan yang tidak maksimal membuat kami sangat prihatin, oleh sebab itu kami mendesak wakil rakyat untuk segera mengesahkan RUU PKS meenjadi undang-undang Pencegahan Kekerasan Seksual” pinta Sukoco.
Lebih jauh dijelaskan RUU PKS sudah masuk prolegnas sejak Mei 2016 namun hingga saat ini DPR belum melakukan pembahasan apalagi mengesahkannya. Dan guna memperlancar perjuangan tersebut Ciqal mendesak agar DPR RI segera mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang. Ciqal juga berharap adanya dukungan dari semua elemen masyarakat untuk mengirimkan sms, dengan tulisan ‘Saya Mendukung Segera Sahkan RUU Pencegahan Kekerasan Seksual’ ke anggota DPR RI pada setiap Senin sehingga nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan anggota dewan pusat.
anjar