Cerita Pak Bas Bangun 61 Bendungan, Terlihat Banyak, Tapi Negara Lain Jauh Melebihi

oleh
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan keterangan usai menghadiri 2nd Stakeholders Consultation Meeting (SCM) menjelang World Water Forum ke-10 yang akan digelar pada Mei 2024 mendatang di Bali - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimulyono menceritakan bagaimana Indonesia membangun bendungan dan tampungan air.

Menurut Basuki, upaya pemerintah membangun bendungan dan tampungan air dimaksudkan untuk menjaga air yang saat ini dalam kondisi kritis.

“Untuk ketersediaan air, mohon maaf ya, kita ini kan sudah membangun 61 bendungan, kelihatannya banyak, orang sudah pikir, wah kita sudah hebat, nanti totalnya kita sudah punya 300 kalau sudah jadi,” kata Basuki menghadiri 2nd Stakeholder’s Consultation Meeting di Bali, Kamis (12/10/2023).

Namun, apa yang dikatakan Menteri era Jokowi ini, justru tidak sebanding dengan upaya negara lain yang telah membangun ribuan bendungan. Korea, menurut Basuki, memiliki 17 ribu bendungan dengan negara yang tidak lebih luas dari Jawa Tengah.

“Jangan kita membandingkan dengan China, China itu punya berapa? waktu saya diskusi, dia senyum-senyum, saya bilang dengan bangganya, saya bilang, sudah membangun 61, nanti akan punya 300, saya tanya anda punya berapa? 98 ribu bendungan,” ujar Basuki.

Untuk menghadapi krisis air di masa mendatang, Basuki mengatakan, Indonesia masih perlu membangun tampungan air. Berapa persen air turun ke hilir terbuang ke laut.

“Ini harus segera kita bikin tampungan-tampungan yang lebih banyak lagi untuk menghadapi kebutuhan demografi yang lebih banyak,” ujarnya.

“Ke depan, insyaallah siapapun pemerintahnya harus membuat bendungan-bendungan atau tampungan-tampungan air,” tambah Basuki Hadimuljono.

2nd Stakeholders Consultation Meeting (SCM) merupakan rangkaian event menjelang World Water Forum ke-10 yang akan digelar pada Mei 2024 mendatang.

Presiden World Water Council Loïc Fauchon menyerukan diplomasi air secara berkesinambungan, bahwa air adalah isu politik.

Water deal menyiratkan hubungan baru dengan air, hubungan baru antara umat manusia dan air, terutama menyerukan kembali slogan stop ignoring water,” kata Loïc Fauchon.

Menurut Loïc, air saat ini tengah diserang karena masalah iklim dan demografi. Water is under attack because of climate change and demography. (Way)

Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS

KORANJURI.com di Google News