KORANJURI.COM – Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada Juni 2020 akan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran 3,0±1%.
Dimulainya bantuan sosial pemerintah dan rencana menghentian PSBB berpotensi meningkatkan tekanan inflasi pada Mei 2020.
Menghadapi potensi tantangan tersebut, Bank Indonesia Bali akan tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
“Langkah itu untuk memastikan inflasi terjaga dalam kisaran sasaran nasional,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Selasa, 2 Juni 2020.
Bulan sebelumnya, Mei 2020, tekanan harga di wilayah Provinsi Bali masih menujukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Deflasi terutama terlihat pada komoditas canang sari, cabai rawit, bawang putih telur ayam ras, dan emas perhiasan. Menurunnya tekanan harga, dikatakan Trisno, disebabkan oleh lemahnya permintaan akibat terhentinya industri pariwisata.
“Tetap terjaganya pasokan dan distribusi pada bulan Ramadhan menjaga harga bahan pangan stabil. Hal ini disebabkan terjadinya panen cabai di sentra-sentra utama serta telah tibanya pasokan bawang putih,” jelasnya.
Berdasarkan perhitungan BPS pada Mei 2020, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm), atau sedikit lebih tertahan dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,33% (mtm).
Sementara, pencapaian inflasi Nasional tercatat sebesar 0,08% (mtm). Secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 2,05% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan Nasional yang sebesar 2,19% (yoy).
Namun demikian, inflasi Bali pada Mei 2020 masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 3,0%±1% (yoy). Deflasi terjadi pada kedua kota sampel IHK yaitu kota Denpasar yang tercatat sebesar -0,10% (mtm) dan kota Singaraja mencatat inflasi sebesar -0,22% (mtm).
Deflasi inti atau core inflation pada bulan Mei, tercatat sebesar 0,31% (mtm), turun lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar -0,02% (mtm).
“Penurunan ini terjadi akibat turunnya sebagian besar komoditas di dalam kelompok ini, terutama untuk canang sari, pasta gigi, biskuit, dan emas perhiasan,” jelas Trisno.
Adapun penurunan harga emas perhiasan sejalan dengan menurunnya harga emas dunia, seiring dengan mulai berjalannya perekonomian di sebagian negara industri.
Sejalan dengan hal tersebut, pada bulan ini komoditas volatile food juga mengalami deflasi sebesar 1,20% (mtm). Tertahan jika dibandingkan dengan April 2020 (-1,41%, mtm).
Penurunan terdalam terlihat untuk cabai rawit, ikan tongkol yang diawetkan, bawang putih, telur ayam ras, dan cabai merah. Dimulainya panen cabai di sentra-sentra utama serta telah tibanya pasokan bawang putih menjadi faktor utama rendahnya harga komoditas ini.
Selanjutnya, tekanan harga untuk komoditas administered price tercatat inflasi sebesar 1,69% (mtm).
Trisno mengatakan, peningkatan ini bersumber dari tarif angkutan udara, seiring dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan No 18/2020.
“Subsidi yang sebelumnya diberikan kepada penumpang, dialihkan sebagai kompensasi untuk maskapai penerbangan selama PSBB,” kata Trisno. (Way/*)