KORANJURI.COM – Sebagai destinasi dunia, Bali siap menjadi hub bagi produk kerajinan hasil Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di Indonesia.
Ketua Dekranasda Bali Putri Suastini Koster mengatakan, produk-produk KIK itu akan dikenal ke seluruh dunia.
“Saat G20, kain Gringsing tradisional jadi suvernir resmi KTT G20 dan endek tampil memukau saat dipakai di gala dinner oleh para kepala negara,” jelas Putri Suastini Koster.
Menurutnya, produk KIK dan produk dengan indikasi geografis sebaiknya diproduksi di daerah asal. Dengan demikian, citra eksklusif tetap ada dalam produk itu.
“Jadi tidak semata jadi mass product yang diproduksi di daerah lain untuk mengejar keuntungan,” jelasnya.
Ketua Dekranasda Bali Putri Suastini Koster menjadi salah satu narasumber Seminar ‘Kekayaan Intelektual Komunal & Indikasi Geografis Lindungi Komoditi Indonesia’. Kegiatan berlangsung di Jakarta.
Upaya kondisi kekayaan intelektual komunal asal Bali sempat mengalami kekritisan. Menurut Putri Koster, kain tenun endek, songket hingga tenun ikat grinding sempat diproduksi di daerah lain.
Proses produksinya, kata Putri Koster, berbeda dengan yang dilakukan oleh pengembang KIK di daerah asalnya di Bali.
“Kalau dibiarkan, penenun kita rugi. Barangnya tidak laku, lalu ekonomi juga tidak bergerak,” kata Putri Suastini Koster.
Sementara, Penulis dan Head of IP Center on Regulation & Application Studies Faculty of Law Universitas Padjadjaran Miranda Risang Ayu mengatakan, perlindungan KIK dan Indikasi Geografis sudah berlaku di tanah air.
“Kita sudah punya dasar hukumnya. Ini untuk kepentingan komunitas dan pencegahan perlindungan dari penyalahgunaan, penipuan atau misrepresentasi,” jelas Miranda.
Perlindungan karya komunitas seperti milik adat menurut Miranda, berperan dalam peningkatan pendapatan sebuah komunitas.
“Ini bisa jadi jaminan reputasi dan kualitas produknya. Juga pelestarian lingkungan hingga menciptakan pasar ceruknya sendiri,” kata Miranda. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS