KORANJURI.COM – Art, Culture, Culinary and Community Gathering yang diadakan Shrida Ubud menjadi kegiatan bulanan untuk mengumpulkan tokoh-tokoh dan maestro di bidang kesenian, budaya, kuliner dan komunitas.
Di event pertama, seniman yang dihadirkan adalah Neo Akbar sebagai satu-satunya pemain Balafon di Ubud dan Bali. Di event kedua, digelar dialog perfiman dengan mengundang David Hanan, seorang pengamat perfilman Indonesia dan perintis program Studi Film di Monash University Australia. Kemudian yang ketiga, Anna Bogdanova menjadi bintang tamu utama.
Anna Bogdanova menjadi salah satu seniman tari asal Rusia yang cukup concern dengan tarian Bali. Ia bukan saja menari, namun memberikan sebuah makna kebebasan gerak tubuh yang dilakukan secara totalitas.
Anna tidak saja menguasai tari kontemporer atau penata tari kreasi kontemporer saja. Ia juga memiliki keluwesan dalam teknik menari Bali.
“Saya 6,5 tahun belajar tari Bali dan mengikuti sanggar tari di Denpasar, itu untuk tari Bali. Di awal datang ke Bali, saya tidak ada niatan untuk belajar tari Bali, tapi kemudian saya jatuh cinta dengan tarian Bali,” jelas Anna di Ubud, Jumat, 19 Juli 2019.
Anna Bogdanova tampil di acara Art, Culture, Culinary and Community Gathering ke-3 yang diadakan di Restaurant Shrida Taste of Ubud, Jumat, 19 Juli 2019. Ia menunjukkan kemahirannya menari Bali dan melakukan improvisasi gerak dengan diiringi alunan gitar akustik dari Adien Fazmail dan Eddy asal Tanzania sebagai pemain marakas yang terbuat dari labu.
Tidak sampai disitu, sebagai seniman tari, Anna juga mengajarkan tari dan bertindak sebagai guru les untuk anak-anak yang tinggal di Ubud.
“Saya mengajarkan tari kepada anak-anak seperti usia 7 tahun sampai 13 tahun dengan sertifkat,” jelas perempuan yang selalu mengenalkan diri dengan nama Kadek Anna Cantikasarawati.
Perempuan yang fasih berbahasa Indonesia ini mengaku selalu mencampurkan berbagai gerakan dengan menggunakan unsur budaya yang berbeda. Pengalaman tarinya di Bali, bukan saja mengantarkan dirinya pada tari tradisional yang jamak ditemui. Namun juga tarian sakral magis seperti Calonarang pun pernah ia tarikan.
“Saya mencoba menguasai diri saya ketika menarikan tarian sakral, sekitar 70 persen saya merasakan larut dalam tarian itu, dan saya selalu berusaha menahannya agar tidak sampai 100 persen,” ujarnya demikian.(Way)