40 Tahun Polemik Hari Jadi Purworejo

    

Yosafat Samar - foto: Sujono

Yosafat Samar – foto: Sujono

Oleh: Yosafat Samar
(Salah Satu Penggagas Jumenengan Cokronegoro)

 

KORANJURI.COM – Memasuki bulan Oktober 2016, seperti biasa, kembali beredar berita-berita di masyarakat, wacana hari jadi Purworejo akan dirubah. Sebagian aspirasi mendukung pelurusan, sebagian lain bersikukuh menolak, dan tetap pada Perda No. 9 tahun 1994. Sebagian besar sisanya bahkan tak tahu menahu.

Setelah perda ditetapkan 22 tahun lalu, kegiatan rutinitas (peringatan) hanya sebatas oleh pemda dan sedikit masyarakat umum. Pemberdayaannya juga makin menurun. Pada malam 5 Oktober 2015 (setiap tahun digelar pentas wayang kulit di altar Kayu Arahiwang, Borowetan), pada pukul 01.30 hanya tersisa 2 penonton hingga selesai pukul 06.00 WIB.

Kali ini, pengamatan akan dilihat dari sudut pandang spiritual sejarah budaya, dari kacamata umum biasa saja (awam), bukan atas sikap kedaerahan atau nasionalis maupun internasionalis.

Hari jadi Purworejo tentunya diharapkan merupakan identitas asli daerah, yang juga sebagai titik tolak asal muasal Kabupaten Purworejo. Dari sinilah masyarakat menginginkan ada perkembangan, kemajuan, ketentraman, juga kesejahteraan, baik pembangunan spiritual mental maupun fisik di segala bidang.

Apabila masih saja ada polemik terus menerus lebih dari 40 tahun sejak awal dekade 1970 an, tentunya telah terjadi hal luar biasa. Bisa jadi ada sesuatu hal yang sudah keliru sejak awalnya (ada suatu rahasia yang belum terungkap), atau masyarakat umum tidak boleh tahu.