12 Seniman Lintas Negara Kritisi Isu SDGs di Refleksi Global Tri Hita Karana

oleh
Seniman Citra Sasmita di depan karyanya berjudul 'Cry Me a River' yang dipamerkan dalam Tri Hita Karana Universal (THK U) Reflection Journey di Kura Kura Bali, Denpasar, 14-15 Desember 2024 - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – 20 seni instalasi karya dua belas seniman dari berbagai negara ditampilkan dalam Tri Hita Karana Universal (THK U) Reflection Journey di Kura Kura Bali, Denpasar, Sabtu, 14 Desember 2024.

Seni kontemporer itu tersebar di seluruh kawasan Kura Kura Bali yang luasnya mencapai hampir 500 hektar. Karya artistik itu berupa lukisan yang mengangkat tema-tema sosial.

Lukisan itu dicetak kembali dengan teknologi digital printing kemudian dibalutkan pada bidang tabung yang berputar. Di dalam tabung itu diberikan lampu sehingga akan menyala menyerupai lampion yang berputar.

Kelompok seniman yang memamerkan karyanya itu antara lain, Mariam Alnoaimi (Bahrain), Ragnar Axelsson (Islandia), Carlos Esteves (Kuba), David Gumbs (Martinique), Katie Holton (Irlandia), Sid Natividad (Filipina).

Donna Ong (Singapura), Gayan Prageeth (Sri Lanka), Alexis Rockman (AS), Abigail Romanchak (Hawaii), Citra Sasmita (Bali),
dan Michael Tuffery (Selandia Baru).

Dari Bali, Ni Luh Citra Sasmita mengangkat karya lukisan berjudul ‘Cry Me a River’ yang dibuat tahun 2024.

“Saya banyak mengangkat tema-tema mitologi dan filosofi yang saya warisi dari Bali, seperti ikon ular, ikon alam, itu dekat sekali dengan kehidupan orang Bali dan ritual yang kita lakukan,” kata Citra Sasmita.

Lukisan asli karya Citra Sasmita dilukis menggunakan media kanvas tradisional Kamasan yang saat ini masih digunakan oleh masyarakat di Desa Kamasan, Klungkung. Karena ditempatkan di luar ruangan, lukisannya dicetak ulang menggunakan teknologi digital.

Pesan yang diangkat dari lukisan berjudul ‘Cry Me a River’ itu soal laku hidup yang seharusnya selaras dengan alam dan memperlakukannya dengan baik. Ritual yang dilakukan masyarakat Bali menurut Citra, sebenarnya cara mencegah eksploitasi alam.

“Tri Hita Karana sebagai hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam serta manusia dengan Tuhan, bagi masyarakat Bali itu laku hidup,” kata Citra.

Sementara, kurator seni untuk Fung Collaboratives Lance Fung mengatakan, seni instalasi yang dipamerkan menggambarkan pembangunan berkelanjutan yang dibuat oleh para seniman.

Seni, kata Fung, memudahkan orang untuk memahami pesan yang ingin disampaikan oleh para pemegang kebijakan tentang segala permasalahan yang dihadapi dunia saat ini.

“Karya-karya yang ditampilkan ini perwujudan dari filosofi Tri Hita Karana. Karya seni yang ditampilkan ini sangat luar biasa dan mereka punya pengalaman berbeda tentang makna Tri Hita Karana,” kata Lance Fung.

Seniman yang lolos kurasi itu, kata Fung, menciptakan karya seni baru yang akan menjadi platform global untuk mengeksplorasi solusi inklusif dan inovatif terhadap isu-isu kritis.

“Terutama dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan 2030,” jelas Lance Fung. (Way)

KORANJURI.com di Google News