112 Tahun Perang Puputan Badung, Ini Kata AA Ngurah Agung, Generasi Ke-13 Puri Gerenceng Pemecutan

oleh
Anak Agung Putu Oka Manek (kiri) - Anak Agung Ngurah Agung (kanan) - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – 20 September menjadi peringatan perang Puputan Badung sebagai sejarah besar yang pernah terjadi di Bali pada tahun 1906. Perang Puputan Badung menjadi sebuah perlawanan terhadap kolonialisme hingga titik darah penghabisan yang dilakukan Raja, para bangsawan bersama rakyat Bali.

AA Ngurah Agung, tokoh Puri Gerenceng menjelaskan, sejarah itu tak lepas dari tiga kerajaan besar yang ada di Denpasar yakni, Puri Agung Kesiman, Puri Agung Denpasar dan Puri Agung Pemecutan. Kerajaan itu melakukan perlawanan dengan gagah berani hanya bersenjatakan tombak, keris maupun senapan seadanya. Sedangkan Belanda menggunakan persenjataan lengkap.

“Apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita menjadi teladan yang harus dijaga dan diajarkan sampai ke anak cucu kita,” jelas AA Ngurah Agung, Rabu, 19 September 2018.

Peristiwa 112 tahun silam itu, sebagai bentuk sikap ksatria para keluarga Puri dalam mempertahankan harga diri dan martabat. Belanda dengan segala taktik liciknya berusaha memanfaatkan situasi yang terjadi pada saat itu untuk menekan I Gusti Ngurah Made Agung yang bertahta sebagai Raja Badung.

Tekanan pemerintah Hindia Belanda pun tak membuat Raja menyerah, sampai akhirnya pecah pertempuran besar yang membuat ketiga kerajaan itu berhasil dikuasai Belanda. Meski mengalami kekalahan, namun menurut AA Ngurah Agung, ada pelajaran penting yang diwariskan para pendahulu yang telah diberikan kepada khalayak yakni, sebuah keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi permasalah yang terjadi.

“Dulu beliau berjuang melawan penjajah, sekarang kita berjuang dengan ilmu pengetahuan untuk mengisi kemerdekaan, agar dinasti Pemecutan tetap langgeng dan ajeg dalam menjaga kebudayaan dan tradisi,” jelas AA Ngurah Agung.

Pendiri Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PHMB) ini menjadi generasi ke-13 dari kutipan silsilah Anglurah Pemayun dan Lanang Tanjung di Puri Gerenceng. Kakek buyutnya (Kompyang), AA. Made Gede merupakan generasi ke-9 dari Puri Gerenceng Pemecutan.

“Peringatan 112 tahun Perang Puputan Badung bukan hanya seremonial, tapi bagaimana kita generasi penerus sanggup melanjutkan perjuangan beliau dengan kemampuan yang kita miliki di masa sekarang,” jelasnya.

Dikutip dari Lontar Babad Badung Druwen, keturunan berikutnya, Anak Agung Putu Oka Manek, lahir tahun 1901. Pada tahun 1946 mulai menulis Babad Badung atau di usia 45 tahun. Kemudian tahun 1948 mengarang kidung lahirnya Ken Angkrok atas permintaan Ida Cokorda Ngurah Gede Pemecutan X. (Way)

KORANJURI.com di Google News